Modus mafia tanah dago
banyak pihak tak paham makna dago an dago elos dan atau eigendome verponding 3742 dan atau 6467 sehingga jaringan mafia tanah mengalihkan nya ke dago elos dan atau rw 02 mereka tak sadar , padahal 3742 dan 6467 identik kampung cirapuhan . sedangkan dago elos dan atau rw 02 hanya identik dengan 3741 dan 3740 menurut muhammad basuki yaman
Menurut pandangan Muhammad Basuki Yaman, kasus sengketa tanah Dago Elos merupakan bagian dari rekayasa yang dilakukan oleh "mafia tanah". Ia berargumen bahwa rekayasa ini bertujuan untuk mengalihkan hak atas tanah di Kampung Cirapuhan dan atau hak eigendom verponding 3742 dan 6467 menjadi Dago Elos atau RW 02, melalui proses saling gugat di pengadilan.
Berikut adalah poin-poin utama dari argumennya:
- Pengalihan Hak: Yaman berpendapat bahwa mafia tanah berupaya mengalihkan hak atas tanah melalui manipulasi hukum. Ini melibatkan klaim atas lahan di Kampung Cirapuhan dan hak eigendom verponding tertentu.
- Saling Gugat sebagai Rekayasa: Ia menduga bahwa gugatan perdata yang terjadi antara para pihak adalah bagian dari skenario untuk melegitimasi klaim atas tanah, yang pada dasarnya merupakan rekayasa hukum.
- Dugaan Pidana: Yaman menyatakan bahwa proses perdata dari tahun 2016 hingga 2025 seharusnya dibatalkan atau tidak dapat dieksekusi (non executable). Alasannya adalah karena adanya dugaan tindak pidana yang terjadi selama proses perdata tersebut.
Pandangan ini didasarkan pada dokumen pengaduan yang diajukan ke Komisi II DPR RI dengan judul "Kasus Dago Elos Dalam Rekayasa Hukum Agraria Oleh Muhammad Basuki Yaman". Dokumen ini menyoroti klaim adanya kolusi sebagai modus di balik perlawanan warga Dago Elos terhadap keluarga Muller.
Penting untuk dicatat bahwa ini adalah perspektif dari Muhammad Basuki Yaman, dan kasus Dago Elos sendiri adalah sengketa yang kompleks, melibatkan banyak pihak dengan berbagai klaim dan putusan hukum yang berbeda-beda. Beberapa informasi yang relevan dalam kasus ini adalah
Menurut penjelasan Muhammad Basuki Yaman, objek tanah dengan nomor Eigendome Verponding 3742 dan 6467 yang diklaim dalam sengketa Dago Elos sebagian besar terletak di Kampung Cirapuhan, RW 01, bukan di RW 02 atau Dago Elos. Luas gabungan kedua objek ini sekitar 5 hektar (4,4 hektar untuk 3742 dan 0,6 hektar untuk 6467) dan secara historis identik dengan wilayah Kampung Cirapuhan, bukan wilayah administrasi RW 02.
Inti dari penjelasan ini adalah bahwa klaim yang menyatakan lokasi 3742 dan 6467 di Dago Elos RW 02 adalah hasil pengalihan administratif atau rekayasa sejarah, sedangkan lokasi sebenarnya tetap berada di Kampung Cirapuhan, Kelurahan Dago, Kecamatan Coblong, Kota Bandung. Hal ini ditegaskan dalam berbagai sumber yang menyatakan bahwa penggugat dan jaringan tergugat utama diduga melakukan modus untuk mengaburkan lokasi asli, namun fakta sejarah dan kesaksian masyarakat lokal menempatkan kedua objek tanah tersebut di RW 01 Kampung Cirapuhan.
Kesimpulan:
3742 dan 6467 berada di Kampung Cirapuhan RW 01, Kelurahan Dago, Kecamatan Coblong, Kota Bandung, berdasarkan catatan dan analisis Muhammad Basuki Yaman.
3742 dan 6467 berada di Kampung Cirapuhan RW 01, Kelurahan Dago, Kecamatan Coblong, Kota Bandung, berdasarkan catatan dan analisis Muhammad Basuki Yaman.
Menurut Muhammad Basuki Yaman, terdapat ketidakpahaman mengenai makna "Dago", "Dago Elos", dan nomor-nomor eigendom verponding terkait sengketa tanah. Ia mengklaim bahwa jaringan mafia tanah memanfaatkan ketidakpahaman ini untuk mengalihkan hak atas tanah di Kampung Cirapuhan dan atau hak eigendom verponding 3742 dan 6467 menjadi Dago Elos atau RW 02.
Berikut adalah poin-poin penting dari pandangannya:
- Ketidakpahaman dan Pengalihan: Banyak pihak yang tidak memahami perbedaan antara Dago dan Dago Elos, serta makna hak eigendom verponding yang berbeda. Situasi ini, menurut Yaman, dimanfaatkan oleh jaringan mafia tanah untuk mengalihkan klaim tanah ke Dago Elos atau RW 02.
- Identifikasi Wilayah: Yaman berargumen bahwa eigendom verponding 3742 dan 6467 sebenarnya mengacu pada wilayah Kampung Cirapuhan. Sebaliknya, ia menyatakan bahwa Dago Elos dan atau RW 02 seharusnya hanya terkait dengan hak eigendom verponding 3741 dan 3740.
Pandangan ini merupakan bagian dari pengaduan yang diajukan ke Komisi II DPR RI dengan judul "Kasus Dago Elos Dalam Rekayasa Hukum Agraria Oleh Muhammad Basuki Yaman". Ini menunjukkan bahwa menurut Yaman, ada upaya manipulasi hukum dan pengalihan klaim hak atas tanah di Dago Elos
Berikut penjelasan mengenai istilah-istilah yang disebutkan beserta konteksnya dalam kasus konflik agraria di Dago, Bandung:
- "Dago"
- Merupakan nama wilayah di Bandung, Jawa Barat, yang sejak zaman kolonial Hindia Belanda telah menjadi lokasi sengketa pertanahan.
- Dalam konteks konflik agraria, "Dago" merujuk pada blok atau kawasan tanah yang menjadi objek klaim berbagai pihak, termasuk warga lokal (misalnya Kampung Cirapuhan) dan pihak kolonial atau pihak yang mengambil alih tanah secara tidak sah.
- "an"
- Dalam konteks teks yang muncul di dokumen, kemungkinan ini merupakan frasa atau singkatan dalam bahasa Indonesia formal atau administratif. Bisa juga merupakan bagian dari kata yang terpotong seperti "ajb-an" (akta jual beli) atau istilah hukum lain yang berhubungan dengan dokumen kepemilikan tanah. Biasanya mengacu pada dokumen resmi atau bagian administratif dari klaim pertanahan.
- "Dago Elos"
- Merupakan nama wilayah khusus yang muncul setelah adanya perubahan administrasi dan pembangunan fasilitas umum seperti Terminal Dago dan Pasar Inpres di kawasan Dago.
- "Elos" muncul sebagai tambahan nama daerah (misal, "Dago Elos") sejak 1980-an untuk membedakan wilayah atau sub-blok di dalam Dago yang sebelumnya dikenal sebagai Kampung Cirapuhan RW 02.
- Dalam konteks konflik, Dago Elos menjadi istilah yang lebih baru dari pihak-pihak yang ingin memisahkan klaim atau mengganti nama wilayah asli untuk keperluan hukum atau penguasaan lahan.
- "Eigendome Verponding 3742" dan "6467"
- Merupakan istilah hukum kolonial Belanda:
- Eigendome Verponding adalah sejenis dokumen pendaftaran tanah (nama kolonial Belanda) yang menunjukkan klaim kepemilikan atau hak tanah.
- Angka seperti 3742 dan 6467 adalah nomor registrasi bidang tanah tertentu.
- Dalam konteks konflik Dago, dokumen ini digunakan oleh pihak tertentu untuk mengklaim kepemilikan tanah, tetapi menurut masyarakat lokal Kampung Cirapuhan, klaim tersebut tidak sah karena bertentangan dengan fakta sejarah dan keberadaan makam atau masyarakat adat yang sudah mendiami wilayah tersebut.
Ringkasan Konteks
- Konflik yang melibatkan istilah-istilah ini berkaitan dengan sengketa agraria di Bandung dari masa kolonial hingga Reformasi.
- "Dago" adalah tempat luas, "Dago Elos" adalah sub-wilayah modern yang dikembangkan, dan Eigendome Verponding 3742 / 6467 adalah dokumen kolonial untuk klaim tanah yang dipermasalahkan.
- Banyak dokumen dan klaim ini diperdebatkan karena dianggap tidak sah secara hukum maupun moral oleh warga lokal/masyarakat adat yang sejak lama menghuni daerah tersebut.
Dengan demikian, istilah-istilah tersebut bukan istilah sehari-hari, melainkan istilah historis, hukum, dan administratif yang spesifik pada konflik tanah di Dago.
Menurut penjelasan Muhammad Basuki Yaman, Eigendome Verponding 3742 dan 6467 dianggap tidak sah. Berdasarkan kajiannya terhadap sejarah konflik agraria di kawasan Dago, khususnya Kampung Cirapuhan, ia menyoroti beberapa poin penting:
- Status Klaim Tanah: Objek 3742 (sekitar 4,4 hektar) dan 6467 (sekitar 0,6 hektar) berada di Kampung Cirapuhan RW 01. Muhammad Basuki Yaman menegaskan bahwa klaim atas tanah ini tidak sah karena tidak ada pendudukan resmi oleh pihak yang mengklaim (Simongan atau pihak kolonial lain), serta adanya bukti keberadaan masyarakat adat dan makam di lokasi tersebut.
- Kejanggalan Peta: Peta yang ada untuk Eigendome Verponding 3742 menunjukkan bentuk cekungan di bagian timur, yang menurut Yaman sebagai indikasi manipulasi peta atau klaim yang tidak jujur, berbeda dari kontur alam yang khas zaman kolonial.
- Kesimpulan Historis dan Hukum: Berdasarkan penelitian dan pengumpulan data sejarah serta wawancara dengan masyarakat, Yaman menyimpulkan bahwa peta dan klaim Eigendome Verponding 3742 dan 6467 tidak sah baik pada zaman kolonial maupun setelah Indonesia merdeka.
Sebagai tambahan, ia menyoroti dugaan adanya kolusi dan rekayasa dalam pengalihan klaim lahan, sehingga status hukum dan administrasi atas objek-objek ini tidak valid menurut perspektif kajian historis dan masyarakat setempat.
Kesimpulan
Berdasarkan pandangan Muhammad Basuki Yaman, Eigendome Verponding nomor 3742 dan 6467 tidak memiliki keabsahan hukum maupun historis dan klaim atas kedua lahan tersebut tidak sah.
Komentar
Posting Komentar